Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan
kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional
adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti
bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor
motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,
kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan
teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih
berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik
ataukah yang bersifat ekstrinsik
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Menurut teori harapan yang bisa mendorong kinerja
seseorang yaitu : “Harapan seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa
tingkat upaya tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu”.
Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948) dalam
bukunya Work Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan
pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk
bekerja.
Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)
Clayton Alderfer
mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan
keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth).
Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa
jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia
akan kembali pada gerak yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu
kewaktu dan dari situasi ke situasi.
E
(Existence atau keberadaan)
R
(Relatedness atau hubungan)
G (Growth
atau pertumbuhan)
Ketiga kebutuhan pokok manusia ini diurai Aldelfer
sebagai simplifikasi teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow sebagai berikut:
1) Existence atau keberadaan adalah suatu kebutuhan
akan tetap bisa hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari
Maslow yaitu meliputi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman.
2) Relatedness atau hubungan mencakup kebutuhan
untuk berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan
afiliasi dari Maslow.
3) Growth atau pertumbuhan adalah kebutuhan yang
mendorong seseorang untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap
diri sendiri atau lingkungan. Realisasi dari kebutuhan penghargaan dan
perwujudan diri dari Maslow.
Kepemimpinan
1. Otokratik
Pola kepemimpinan otokratik disebut juga
kepemimpinan diktator. Orang yang menganut pola kepemimpinan seperti ini dalam
mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para bawahannya yang harus
melaksanakan atau seseorang yang akan dipengaruhi keputusan tersebut. mereka
menentukan apa yang harus dilakukan orang lain dan mengharapkan mereka
mematuhinya.
Situasi yang sesuai dengan pola kepemimpinan seperti
ini yaitu ketika pemimpin membuat peraturan mengenai disiplin kerja yang baik,
mengawasi kinerja karyawan pada saat dilapangan, ketika didapati karyawan yang
melanggar aturan atau tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, dan tidak
bertanggung jawab
2. Demokratik
Pola kepemimpinan Demokratik berbeda dengan gaya
otokratis kepemimpinan demokratik memperyimbangkan keinginan dan ide-ide para
bawahannya. Dalam pola kepemimpinan demokratik melibatkan para bawahannya yang
harus melaaksanakan keputusan, menerima masukan dan rekomendasi dari para
bawahan.
Situasi yang cocok dalam pola kepemimpinan ini
adalah ketika mengadakan musyawarah, rapat, dan juga pada saat karyawan
melanggar aturan atau membuat kesalahan pola kepemimpinan ini juga efektif
dilakukan oleh seorang pemimpin yaitu dengan menasehati dan menegur agar
mengarahkan karyawan dapat lebih baik lagi dalam pekerjaannya. Bisa juga pada
saat pemimpin melakukan kesalahan karyawan boleh menegur dan memberikan masukan
untuk lebih baik lagi jadi pemimpin menerima pendapat dari bawahannya.
3. Permisif
Pemimpin permisif merupakan pemimpin yang tidak
mempunyai pedirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pemimpin yang menggunakan
pola kepemimpinan seperti ini memberi kebebasan kepada bawahannya, sehingga
bawahan tidak mempunyai pegangan yang kuat tehadap suatu permasalahan dan
cenderung tidak konsisten terhadap apa yang dilakukan.
Sumber:
Tumbol,L.C.,Tewal,B.,Sepang,L.J.(2014).Gaya
kepemimpinan otokratis,demkratik dan Laissez faire terhadap peningkatanhttp://e-jurnalpendidikan.blogspot.com/2011/12/teori-motivasi-menurut-para-ahli.html#.VF-KIMnqvIU
Hasyim, B. (2013). Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan pada bagian operator SPBU. Jurnal management.
Universitas hasanudin. Vol.10, No.3.